Membandingkan Karakteristik Novel 20-30 An

Berikut ini yakni Artikel yang menjelaskan wacana Adat, Cara Membandingkan Karakteristik Novel, Novel Angkatan 20-30-an, Contoh Novel Angkatan 20-30an, Karakteristik Novel Angkatan 20-30an, Ciri Novel Angkatan 20-30an, novel "Azab dan Sengsara".
kalian telah mempelajari periode sastra Indonesia. Setiap periode sastra tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Membandingkan Karakteristik Novel

Secara garis besar ciri-ciri yang menonjol dari karya sastra Angkatan 20 – 30-an sebagai berikut.

  1. Banyak dijumpai surat-surat yang panjang dan sering kali diselingi dengan pantun atau puisi-puisi panjang.
  2. Banyak terdapat obrolan yang berkepanjangan, dan seringkali obrolan tersebut tidak masuk nalar baik saatnya maupun isinya.
  3. Banyak obrolan yang dipakai untuk nasihat/pendidikan.
  4. Bahasa yang dipakai dengan menggunakan saya dan ragam yang khas pada masa itu.
  5. Tema yang diangkat berupa persoalan etika dan tema pendidikan.

Secara garis besar ciri-ciri karya sastra mutakhir mencakup hal-hal berikut ini.

  1. Bahasa yang dipakai yakni bahasa Indonesia yang kadang dipengaruhi oleh bahasa Inggris.
  2. Cara bercerita dalam karya sastra modern singkat, padat, dan tugas.
  3. Tema yang diangkat telah menerima efek politik, kebudayaan akar tradisi, sejarah, dan psikologi.
Dalam sejarah sastra Indonesia kurun waktu 1920-1930 telah dihasilkan novel-novel yang menjadi tonggak sejarah sastra Indonesia. Para pakar sastra menggolongkan novel angkatan 20-30an sebagai novel tradisi Balai Pustaka.

Disebut novel tradisi Balai Pustaka alasannya novel-novel itu merupakan kelanjutan dari karya-karya sastra terbitan Balai Pustaka. Sedang angkatan tahun 1920 sendiri lebih dikenal sebagai Angkatan Siti Nurbaya, alasannya ditandai dengan novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli yang sangat terkenal.

Karakteristik atau ciri khas dari sebuah karya sastra sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi kehidupan masyarakat pada waktu itu. Tahun 20-30an Indonesia masih dalam cengkeraman pemerintah kolonial Belanda.

Kondisi masyarakat memunculkan dua kelompok masyarakat yaitu kelompok orang kaya/saudagar kaya dengan kelompok rakyat miskin. Perbedaan menyerupai memicu munculnya banyak kisah sebagai ciri karya prosa tahun 20-30 an.

Novel zaman kini ini sangat jauh berbeda dengan novel-novel pada angkatan 20-an hingga 30-an. Salah satu perbedaannya yakni “novel-novel pada zaman kini ini banyak menggunakan bahasa-bahasa modern yang sangat gampang untuk dipahami oleh pembaca.

Berbeda dengan novel angkatan 20-an hingga 30-an, di mana novel-novel tersebut sangat banyak menggunakan bahasa-bahasa daerah. Khususnya untuk novel ini yang sangat banyak menggunakan istiah bahasa Melayu khususnya bahasa Minangkabau. sehingga sulit untuk dipahami.

Novel-novel zaman dahulu juga memberikan kepada kita mengenai cara-cara berafiliasi dan bersosialisasi satu sama lain terutama antara pria dan wanita yang sesuai dengan aliran agama,tata karma, norma, dan etika istiadat yang berlaku di tempat setempat.

Sedangkan novel zaman kini tidak mencantumkan hal-hal menyerupai itu. Bahkan dengan membaca novel-novel tersebut kita akan terpengaruh untuk melaksanakan hal-hal yang bertentangan dengan aliran agama, etika istiadat, norma dalam bergaul dengan sesama khususnya dengan teman lawan jenis.

Novel Angkatan 20 - 30 an

Sastra Indonesia secara umum terbagi oleh beberapa periode, yaitu angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, angkatan 1945, angkatan 1950, angkatan 1966, dan angkatan 1970 hingga dengan sekarang.

Berikut ini beberapa karya sastra angkatan 20 - 30 an.
  1. Merari Siregar,    Azab dan Sengsara (1920), Binasa kerna Gadis Priangan (1931), Cinta dan Hawa N*fsu
  2. Marah Roesli,   Siti Nurbaya (1922), La Hami (1924), Anak dan Kemenakan (1956)
  3. Muhammad Yamin,    Tanah Air (1922), Indonesia, Tumpah Darahku (1928), Kalau Dewi Tara Sudah Berkata, Ken Arok dan Ken Dedes (1934)
  4. Nur Sutan Iskandar,    Apa Dayaku alasannya Aku Seorang Perempuan (1923), Cinta yang Membawa Maut (1926), Salah Pilih (1928), Karena Mentua (1932), Tuba Dibalas dengan Susu (1933), Hulubalang Raja (1934), Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
  5. Tulis Sutan Sati,    Tak Disangka (1923), Sengsara Membawa Nikmat (1928), Tak Membalas Guna (1932), Memutuskan Pertalian (1932)
  6. Djamaludin Adinegoro,    Darah Muda (1927), Asmara Jaya (1928)
  7. Abas Sutan, Pamuntjak Nan Sati    Pertemuan (1927)
  8. Abdul Muis,    Salah Asuhan (1928), Pertemuan Djodoh (1933)
  9. Aman Datuk Madjoindo,    Menebus Dosa (1932). Si Cebol Rindukan Bulan (1934), Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)

Perbandingan Karakteristik

Karya-karya yang ada pada angkatan balai pustaka memang dibentuk sedemikian rupa semoga tidak menyinggung perpolitikan kaum kolonial. Karya-karya dari balai pustaka disortir secara ketat untuk mengurangi kemungkinan ada karya-karya yang berbau menentang pemerintahan kolonial. Berikut teladan perbandingan dua buah novel angkatan 20-30an

Lebih baru Lebih lama